Rabu, 17 Juni 2009

Skripsi Sistem Pakar TroubleShooting BTS

Base Transceiver Station (BTS) terdiri dari modul-modul yang memiliki indikator alarm untuk mengindikasikan adanya error pada komponen dalam sistemnya.

Kurangnya tenaga ahli alarm BTS, menyebabkan para operator harus terlebih dahulu membuka buletin atau referensi lainnya untuk mengetahui penanganan dari tiap alarm sehingga tidak terjadi kesalahan fatal. Keterbatasan itulah yang menyebabkan para operator cukup kesulitan untuk melakukan troubleshooting dengan cepat.

Untuk menangani masalah ini, dibutuhkan suatu sistem yang dapat merangkum seluruh jenis alarm, dapat membantu proses diagnosis menentukan jenis alarm yang terjadi, serta dapat memberikan solusi troubleshooting yang tepat pada tiap-tiap jenis alarm secara cepat, dan akurat.



Bertolak dari permasalahan tersebut maka pada tugas akhir ini akan dibuat “Sistem Pakar Troubleshooting Alarm BTS CDMA FLEXI Berbasis Web”. Sistem Pakar merupakan suatu sistem program komputer yang seolah-olah memiliki kemampuan selayaknya seorang pakar dalam bidang pengetahuan tertentu[2]. Dengan menggunakan mesin inferensi backward chaining (penelusuran ke belakang) dapat memudahkan penelusuran penemuan troubleshooting terbukti dari hasil uji akurasi sistem ini sebesar 92.5 % sistem ini dinyatakan layak untuk diaplikasikan di kalangan teknisi BTS CDMA.

Download Contoh Skripsi


Contoh Skripsi Sistem Pakar TroubleShooting BTS dipersembahkan oleh blog Kumpulan Contoh Makalah | Skripsi | Tesis

Selasa, 16 Juni 2009

BTS GSM

(1.) Band Frekuensi GSM

International Telecommunication Union (ITU) yang mengatur alokasi spectrum radio international, telah membagi band frekuensi GSM menjadi 3 yaitu GSM 900MHz, GSM 1800 MHz, GSM 1900MHz. Masing- asing frekuensi tersebut di bagi menjadi 2 sub band:



(a). UpLink (UL) : radio transmisi dari MS ke BTSE

(b). DownLink(DL) : radio transmisi dari BTSE ke MS

Perbedaan frekuensi band yang digunakan dalam transmisi Uplink dan Downlink disebut dengan Frequency Division Duplex (FDD).



1. GSM 900
- Uplink : 890 - 915 MHz (MS)
- Downlink (DL) : 935 - 960 MHz (BSS ke MS)
- Duplex Distance : 45 MHz

2. GSM 1800
- Uplink :1710 - 785 MHz (MS ke BSS)
- Downlink : 1805 - 1880 MHz (BSS ke MS)
- Duplex Distance : 95 MHz

3. GSM 1900
- Uplink :1850 – 1910 MHz (MS ke BSS)
- Downlink : 1930 – 1990 NHz (BSS ke MS)
- Duplex Distance : 80 MHz


Antena GSM bisa dual band bisa juga single band. Jika BTS tersebut mendukung teknologi dual band, maka GSM900 dan GSM1800 BTS bisa dikoneksikan ke antena yang sama. Jika memakai single band antena, biasanya antena GSM900 lebih besar daripada antenna GSM1800. Berdasarkan Pada sistem GSM, tiap BTS sudah mempunyai alokasi frekuensi tersendiri, yang biasa disebut FA (frequency assignment).



GSM menggunakan kombinasi antara Time-Frequency Division Multiple Access (TDMA-FDMA). Teknik FDMA dipakai untuk membagi 25 MHz bandwidth yang tersedia menjadi 124 frekuensi carrier yang masing-masing memiliki lebar bandwidth 200 KHz. Satu atau lebih frekuensi carrier dialokasikan untuk sebuah BTS. Karena tiap GSM juga menganut sistem TDMA (time division Multiple Access), maka tiap frekuensi bisa dibagi-bagi dalam 8 time slot. Tiap time slot, hanya bisa diisi oleh satu orang pelanggan, dalam satu waktu. Pada tiap BTS, bisa dialokasikan beberapa frekuensi (FA), tergantung dari design networknya. Apabila designer menginginkan jumlah pelanggan yang bisa dilayani dalam satu daerah banyak, maka dia harus meletakkan banyak BTS dalam satu daerah. Begitu juga sebaliknya, apabila designer menginginkan coverage yang luas untuk tiap BTS, maka ia harus mengorbankan jumlah pelanggan dalam area tersebut.




(2.) Frequency Reuse

Sel-sel pada sistem seluler dapat menggunakan frekuensi yang sama, yang digunakan oleh sel-sel lain dalam wilayah yang berbeda dengan jarak pisah tertentu sehingga terhindar dari interferensi. Sel menunjukkan sejauh mana cakupan sinyal. Secara teoritis pola segienam atau heksagonal menjadi pilihan terbaik karena mempunyai luasan terbesar dan tidak menimbulkan pola tumpang tindih. Karena polanya beraturan maka jarak antara titik pusat poligon dan titik terjauh pada sel adalah paling jauh dibanding pola yang lain. Pada kondisi di lapangan, sel tidak mempunyai bentuk geometris yang teratur sesuai dengan kontur daerah yang bersangkutan.
Konfigurasi BTS yang paling umum digunakan adalah konfigurasi BTS dengan menggunakan antena bersektor dengan letak BTS berada pada sudut-sudut sel. Penggunaan pemancar tunggal berdaya besar dengan menara antena yang menjulang tinggi untuk sistem komunikasi bergerak supaya dapat menjangkau wilayah yang luas berdampak pada ketidakmungkinan untuk menggunakan frekuensi yang sama secara berulang (frequency reuse). Hal ini disebabkan setiap penggunaan frekuensi yang sama, akan mengakibatkan terjadinya interferensi. Untuk menyiasatinya maka pada tiap BTS akan digunakan frekuensi-frekuensi yang berbeda dan mengulang frekuensi yang sama untuk BTS yang lain, dengan syarat frekuensi yang sama antara BTS tidak boleh berdekatan.
Pada frekuensi reuse kita juga akan dikenalkan dengan istilah kluster (dilambangkan dengan K). Kluster merupakan sekelompok sel yang masing-masing selnya memiliki satu set frekuensi yang berbeda dengan sel yang lain. Ukuran kluster tergantung dari jumlah sel yang terdapat dalam satu kluster. Misalkan pada gambar di bawah ini memiliki nilai K=3.



(3.) Frequency Splitting

Pertambahan pelanggan ini akan menyebabkan masalah dikemudian hari, karena tiap sel pada BTS mempunyai kemampuan terbatas dalam menyediakan pelayanan kepada pelanggannya. Solusi untuk mengatasi ini maka diterapkannya splitting cell yang akan menambah kapasitas jalur atau sel pada daerah yang mempunyai permintaan tinggi. Adapun menambah sel dapat dilakukan dengan membagi unit sel menjadi lebih kecil. Splitting cell adalah suatu proses membagi suatu sel menjadi sel – sel yang lebih kecil, dimana masing-masing mempunyai base station sendiri. Hal ini memungkinkan akan terjadi pengurangan tinggi antena dan daya transmitter, karena splitting cell meningkatkan kapasitas sistem selular dengan meningkatkan number of times dari channel yang digunakan. Hal ini juga mendefinisikan sel-sel baru yang mempunyai radius lebih kecil dari sel mula-mula dan dengan menerapkan sel yang lebih kecil di antara sel yang ada maka kapasitas dapat ditingkatkan.



Handover

Selain beberapa teknik di atas, BTS juga memiliki fungsi untuk selalu melakukan hubungan dengan mobile station (MS) atau handset, apabila sewaktu-waktu MS akan melakukan atau sedang menerima panggilan. Oleh karena itu, untuk memilih sel yang terbaik MS dan BTS selalu melakukan pengukuran terhadap kekuatan dan kualitas sinyal dalam selnya dan kekuatan sinyal sel tetangga. Pengukuran dari BTS dan MS dikirim ke SC dalam bentuk laporan pengukuran. Berdasarkan laporan ini, BSC yang menentukan handover diperlukan atau tidak dan menentukan sel yang tepat. Handover merupakan proses perubahan sel pada saat sedang melakukan panggilan (call), maupun pada saat idle. Selama sel tetangga dipandang memilki kualitas yang lebih baik daripada sel yang sedang melayani, sebuah handover diperlukan. Alasan lain diperlukannya sebuah handover selain karena kekuatan dan kualitas, handover juga ditentukan oleh jarak serta keseimbangan jaringan. Ini biasanya terjadi ketika sebuah MS bergerak selintasi sel ke sel yang lain dengan cepat. Oleh karena itu, proses handover merupakan tugas yang demikian penting di setiap sistem radio seluler guna menjamin kelangsungan percakapan.





Setiap handover harus berhasil dilakukan, dan peristiwanya diusahakan sejarang mungkin dalam sistem, serta bersifat tidak terasa mengganggu bagi para penggunanya. Untuk dapat memenuhinya, para perancang harus menentukan suatu taraf sinyal optimum untuk memulai suatu handover. Sekali taraf sinyal ini ditentukan sebagai sinyal penggunaan minimum bagi penerimaan kualitas suara pada sistem penerima di BTS, maka taraf sinyal yang sedikit lebih kuat dari taraf tersebut digunakan sebagai batas ambang pemrosesan handover. Batas ini diberikan dalam bentuk:

D = Pr handoff - Pr dayaminimum


Batas ini tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil. Jika nilai D ini terlalu kecil, dampaknya adalah tidak cukup waktu untu melakukan seluruh prosedur handoff, percakapannya terlanjur sudah hilang disebabkan oleh kondisi sinyal yang lemah. Sebaliknya, jika D terlalu besar, maka handoff akan sering terjadi sehingga membebani kerja MSC. Oleh sebab itulah, D diatur secara cermat, sehingga kedua dampak diatas bisa dihindari.